Kejahatan Madakhilah
Kejahatan Madakhilah
Kejahatan Madakhilah
Madakhilah adalah nama sebuah sekte yang menisbatkan diri kepada Salafiyyah. Nama Madakhilah diambil dari nama Rabi bin Hadi Al Madkhali (dari suku Madkhali) sebagaimana nama Asy'ariyyah diambil dari nama Abul Hasan Al Asy'ari (dari suku Asy'ari).Mereka juga memiliki beberapa julukan lain:
•Jamiyyah (Pengikut Al Jami)
Diambil dari nama Muhammad Aman Al Jami, seorang ulama dari Afrika yang memulai beberapa tahdzir terhadap para ulama, para penuntut ilmu, dan para dai sejak awal. Saya pribadi tidak menyukai nama ini karena Muhammad Aman Al Jami tidak dikenal seperti Rabi’. Selain tidak memiliki posisi penting di kelompok tersebut, juga tidak seekstrem seperti Rabi.
•Salafiyyah Jadidah (Salafi Baru/Salafi Anyaran)
Neo-Salafi.
•Jama'ah Tabdi wal Hijrah
Kelompok yang mudah memvonis ahli bidah dan mengingkari kelompok lainnya.
•Ad'iyyah As Salafiyyah (Salafi Klaimer)
Pengklaim Salafi.
•Khuluf
Yang berarti datang setelah salaf, mengacu pada hadis di Shahih Muslim, “Maka akan datang khuluf yang mengatakan apa yang tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak mereka lakukan, maka barang siapa melakukan jihad melawan mereka dengan tangannya, dialah orang yang beriman…”
•Salafiyyun Ahlul Wala’
Mereka yang berloyalitas atau bersahabat (dengan pemerintah) Salafiyyun. Istilah ini diciptakan oleh sekelompok Madakhilah dalam makalah penelitian yang mereka tulis di Kementerian Dalam Negeri 'Arab Sa'udi untuk membantu memerangi dai-dai shahwah Islamiyyah (kebangkitan Islam). Julukan ini juga telah digunakan untuk melawan mereka oleh beberapa ulama.
•Murji'atul Ashr (Murji'ah Kontemporer)
Murji'ah pada zaman ini karena tersebarnya paham irja' di antara pengikut mereka, meskipun itu bukan ciri paling menonjol.
Saya lebih suka menyebut mereka Madakhilah karena orang yang menyeru pada kebidahan mereka baik di Timur dan di Barat adalah Rabi’ (semoga Allah memberinya apa yang layak dia dapatkan). Dia juga ulama mereka yang paling terkenal di antara mereka.
Adapun ciri mereka yang paling menonjol (bukan yang terburuk), saya pribadi percaya mereka ini ghuluw lagi ekstrem pemahamannya tentang jarh dan tabdi. Jarh adalah ilmunya perawi mendaifkan seseorang karena mereka tidak tsiqah. Ini sejatinya digunakan oleg para ulama untuk mengetahui dari siapa hadis dapat diterima dan dari siapa harus ditolak. Mereka juga menggunakannya pada generasi selanjutnya untuk dari siapa ilmu dapat diambil. Tabdi' adalah memvonis seseorang sebagai ahli bidah.
Ghuluw (ekstremisme) mereka ini menjadi semakin jelas dalam prinsip mereka yang salah, “Barang siapa tidak memvonis ahli bidah sebagai ahli bidah, maka dia juga ahli bidah.” Mereka salah dalam menerapkan prinsip ini sebagaimana Takfiri menyalahgunakan kaidah, “Barang siapa tidak mengafirkan orang kafir, maka dia kafir.” Poin awal rata-rata dan ciri khas Madkhaliyyah adalah mengenai Sayyid Quthb. Barang siapa tidak memnyatakan ahli bidah sebagai ahli bidah, maka dia juga ahli bidah. Lalu barang siapa yang tidak menyatakan Sayyid sebagai ahli bidah, maka ia juga ahli bidah, dan seterusnya, hingga tidak ada lagi tersisa di bumi seorang ahli sunah pun, kecuali anggota-anggota aliran mereka.
Karena ekstremnya mereka, mereka mengadopsi tradisi ahli bidah berupa berpecah belah menjadi banyak sekte lagi. Mereka yang pro terhadap Rabi pada beberapa masalah dan mereka yang pro terhadap Abul Hasan Al Ma'ribi di Mesir. Perpecahan ini dimulai setelah Abul Hasan tidak membidahkan sebagian individu tertentu, lalu mereka yang tidak menyatakan Abul Hasan sebagai ahli bidah dikelompokkan dengan dia. Ini juga termasuk ulama Madakhilah Jordania yang mengaku-ngaku sebagai murid Syaikh Al Albani (dan telah dinyatakan sebagai klaim palsu oleh beberapa ulama yang dekat dengan Syaikh Al Albani seperti Abu Malik Muhammad Ibrahim Syaqrah, seorang mantan pengikut al-Madkhali).
Bidah dan kesesatan Madakhilah antara lain:
• Meyakini bahwa membuat undang-undang buatan (qanun wad'iyyah), menolak syariat Islam secara kaffah atau menolak memerintah dengan syariat, berhukum kepada tagut, adalah hanya kufur kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, kecuali dengan istihlal. Istihlal adalah meyakini suatu dosa itu adalah halal. Jadi orang yang melakukan dosa-dosa setingkat kafir akbar atau syirik akbar mereka samakan dengan pelaku dosa-dosa yang lebih kecil darinya seperti zina, minum khamar, dan selainnya, dengan menempatkan kondisi istihlal pada kafir akbar, padahal ini hanya ada untuk kufur ashghar.
• Meyakini amal bukan bagian dari iman. Jadi menurut mereka, orang yang tidak pernah salat, membayar zakat, berpuasa Ramadhan, menunaikan ibadah haji, juga tidak pernah berwudu lagi bersuci, dan lain-lain, tetap menjadi muslim yang terbebas dari api neraka. Mereka menganggap pelakunya pendosa, seperti untuk orang yang ingkar, kemudian tidak. Jadi mereka telah mengikuti murji'ah terdahulu.
• Membesar-besarkan uzur ketidaktahuan (udzur bi jahl). Mereka tetap menganggap muslim orang yang mengaku muslim dalam semua situasi dan semua masalah. Bagi mereka tidak ada bedanya hal yang menjadi ushuluddin, ma'lum minad din bidh dharurah, atau masalah-masalah yang khafiyyah dengan zhahirah. Tidak ada bedanya antara orang yang besar sebagai muslim dengan yang tidak. Tidak ada bedanya mualaf dengan yang tidak. Mereka semua selalu muslim sekali pun ketika mereka jatuh kepada berbagai macam kekafiran atau syirik akbar yang sudah zhahirah karena kemungkinan memiliki uzur ketidaktahuan. Kebingungan di antara mereka juga berlaku dalam masalah salah takwil yang dengannya mereka menguzur banyak penguasa yang juga telah menyatakan istihlal mereka atas undang-undang buatan yang disahkan.
• Meyakini wala' (loyalitas) terhadap orang-orang kafir bukanlah kufur akbar, kecuali jika orang itu sudah meniatkan kekafiran, seperti membantu agama kafir atau menghancurkan agama Allah dan sebagainya. Jadi jika seseorang memimpin perang terhadap Islam dengan harta dan darahnya, dia tetap menjadi muslim sampai dia menyatakan niatnya untuk kafir. Jadi mereka tidak menganggap ini sebagai kekafiran, kecuali hingga syarat bidah itu terpenuhi.
• Meyakini jihad tidak bisa menjadi fardu ain bagi umat. Terkait dengan jihad, mereka meyakini jihad haram jika tidak ada negara Islam yang mengarahkan. Mereka juga meyakini jihad itu haram, kecuali dengan izin pemimpin. Semua ini menyangkut jihad defensif (jihad daf'i).
• Mencap orang yang mengafirkan penguasa murtad atau tentaranya sebagai khawarij atau Takfiri. Mereka melarang khuruj melawan penguasa murtad karena mereka masih menganggapnya sebagai muslim. Jika penguasa tersebut adalah orang-orang kafir asli, mereka juga melarang jihad melawannya karena tidak jihad itu tidak dipimpin oleh seorang imam (kepala negara yang muslim).
• Meremehkan kesadaran akan urusan dan peristiwa yang terjadi saat ini dengan mengatakan bahwa itu hanya urusan para penguasa dan ulama sehingga orang awam tidak ada urusan dengan itu. Gagasan bodoh ini membuat muslim awam percaya bahwa penguasa di tanah mereka itu muslim karena mereka tidak mengetahui berbagai kekafiran yang mereka lakukan. Terkadang orang awam menjadi korban dari penguasa murtad itu dengan menjadi pelayan dan budaknya yang setia.
• Mengetes orang-orang mengenai pendapat mereka akan tokoh-tokoh tertentu yang mereka anggap sebagai ahli bidah. Jika orang itu menyetujui mereka akan tabdi (vonis ahli bidah) atas tokoh-tokoh tersebut, maka mereka menganggapnya sebagai sahabat. Jika tidak, mereka akan menganggap orang itu sebagai musuh dan memboikotnya. Tokoh yang mereka gunakan untuk menguji orang, sering kali mereka cap ahli bidah berdasarkan penyimpangan mereka di atas. Contoh: Syaikh 'Abdullah 'Azzam mengatakan jihad fardu ain, menurut Madakhilah, ini adalah bidah yang menjadikan orangnya sebagai ahli bidah. Mereka akan meminta seseorang di masjid memberikan ceramah, bagaimana pendapat Anda mengenai 'Azzam? Jika orang itu bilang beliau baik, mereka lalu mencap orang itu seorang ahli bidah atau pembawa syubhat.
• Mereka membabi buta taklid terhadap ulama pemerintah musuh atas sikap mereka terhadap pemerintah dan politik mereka. Jadi jika para ulama pemerintah mengatakan perdamaian dengan Yahudi baik-baik saja di Palestina, Madakhilah akan menirukan kata-katanya.
Catatan:
Tidak semua ulama pemerintah itu Madakhilah, tetapi Madakhilah taklid secara membabi buta pada sikap mereka dalam politik. Misalnya Syaikh Ibn Baz dan Ibn 'Utsaimin bukanlah Madakhilah, walau mungkin mereka memiliki beberapa kesamaan dengan Al Madkhali, namun Madakhilah secara membabi buta taklid terhadap pendapat mereka akan urusan politik.
• Menjadikan beberapa orang menjadi imam penilai manhaj. Tidak ada orang lain yang dapat ditanyai mengenai masalah-masalah manhaj selain dari para dokter manhaj ini meliputi Rabi' dan 'Ubaid Al Jabiri serta selainnya. Mereka taklid secara membabi buta dalam masalah jarh dan tabdi.
Madakhilah cenderung pada posisi mendukung rezim murtad Alu Su'ud, meskipun mereka mendukung sebagian besar rezim murtad pada umumnya. Namun karena fakta bahwa sebagian dari mereka mengafirkan beberapa rezim (semisal rezim Suriyyah, Libiyya, dan lainnya), mereka selalu sepakat untuk mendukung rezim Alu Su'ud dengan hati dan jiwa.
Mereka sangat cepat dan sangat mudah memvonis seseorang sebagai ahli bidah, bahkan atas isu-isu yang bukan bidah, seperti jihad yang merupakan puncak tertinggi ajaran Islam. Sebagai contoh, Sayyid Quthb memang memiliki beberapa bidah, namun juga banyak yang sepertinya ulama di masa lalu dan sekarang ini yang tetap ahli sunah yang Madakhilah sendiri juga menggunakan ilmunya, seperti Imam Ibnu Hazm, An Nawawi, Ibnu Hajar, dan selainnya. Mereka sangat melarang untuk membaca kitab-kitab Sayyid Quthb atau ulama lain seperti dia dalam hal yang sama.
Dengan sebab Madakhilah menganggap para penguasa murtad sebagai penguasa kaum muslimin yang sah, Madakhilah mencap orang-orang yang melawan mereka sebagai penjahat khawarij pemberontak, lalu mereka membolehkan bersekutu dengan pemerintah murtad, sekali pun pada akhirnya menjadi pembantu orang-orang murtad memerangi kaum muslimin. Ini mungkin yang terburuk dari kejahatan Madakhilah bagi mereka yang berada pada posisi ini karena itu adalah riddah membantu kaum musyrikin memerangi kaum muslimin.
Pada akhirnya, Madakhilah cenderung mengambil posisi yang menguntungkan musuh-musuh Islam, bersikap keras terhadap umat Islam, dan memiliki sifat khawarij, “Membunuhi kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala.”
(http://
theghurabah.blogspot.com/2013/10/who-are-madkhalis.html)
Penulis: Abu Hafsh Asy Syami